This is Marketing karya Seth Godin, sebenarnya bukan buku yang istimewa. Buku yang dipublikasikan pertama kali tahun 2018 ini menjelaskan bahwa kesuksesan pemasaran di dunia saat ini berasal dan berfokus pada kebutuhan, nilai, dan keinginan target pelanggan. Jangan mengirim banyak pesan spam ke pelangan kita.

Apa kata pertama yang kita pikirkan ketika kita mendengar istilah “Marketing?” Mungkin kita seperti orang pada umumnya, mengidentikkan marketing sama dengan iklan. Kedua hal tersebut sudah begitu lama saling terkait satu sama lain, sehingga terkadang menjadi identik. Tetapi saat ini, iklan menjadi sebuah momok bagi banyak perusahaan. Sekarang, kita butuh konsep dan strategi marketing yang jauh lebih baik, sebuah konsep yang jauh melampaui sebuah iklan.

Internet Mengubah Segalanya

Bayangkan, jika kita seorang marketer yang hidup di tahun 1960-an. Perusahaan kita memiliki produk, namun tim sales kita memiliki banyak kendala untuk menjualnya. Apa yang akan kita lakukan? Jika kita mengambil pendekatan tradisional marketing, kita mungkin akan melakukan dua hal: beriklan dan buat iklan tersebut dilihat oleh banyak orang.

Seperti metode yang dipakai Coca Cola pada saat itu. Sebagai perusahaan soft drink terkenal di dunia, beriklan disemua majalah dan media konfensional lainnya dengan membabi buta tanpa kenal arah.

Terus tujuan kita apa? Singkatnya, kita menggunakan media massa untuk mengirim iklan sebanyak-banyaknya agar semua orang di dunia melihat iklan kita.

Kemudian, pesannya apa? Ini tentang meyakinkan audiens kita bahwa produk kita merupakan bagian dari mereka. Untuk Coca-Cola, berarti meyakinkan banyak orang bahwa semua orang minum Coke dan menikmatinya!

Di tahun 1960-an mungkin itu adalah strategi yang tepat. Ketika itu Amerika Serikat hanya memiliki tiga saluran televisi utama dan semua orang menonton acara yang sama. Jika kita memasang iklan di sebuah acara televisi di waktu prime time, iklan kita akan ditonton oleh jutaan orang yang menonton televisi saat itu.

Tapi cara beriklan seperti itu sudah tidak tepat lagi. Sekarang perhatian publik terpecah ke ribuan saluran televisi. Apalagi saat ini, dimana orang banyak menonton YouTube dan Netflix, tidak lagi menonton TV.

Internet telah mengubah segalanya. Di satu sisi internet merupakan media yang paling masif yang pernah dibuat karena dapat menghubungkan miliaran orang di seluruh dunia. Tapi di sisi lain, internet juga menjadi media yang tidak masif. Hal ini disebabkan karena hampir semua orang dapat membuat versi unik dari diri mereka sendiri seperti timeline di Facebook atau feed di Twitter, semuanya dapat dipersonalisasi oleh pemilik account. Bahkan YouTube dan Spotify pun memberikan playlist yang berbeda antara satu pemiliki account dengan yang lainnya.

Beriklan dengan cara massal untuk strategi marketing pun sudah tidak tepat lagi. Tentunya kita membutuhkan strategi baru sekarang.

Iklan Online pun Memiliki Keterbatasan

Internet sepertinya menjadi media yang sempurna untuk beriklan, setidaknya jauh lebih baik daripada televisi. Tentu saja, karena kita tidak lagi menjangkau audiens dengan satu iklan di acara TV terkenal saja, tapi lebih dari itu, kita dapat melakukan sesuatu yang jauh lebih efektif.

Kita dapat dengan tepat menargetkan kelompok orang yang ingin kita jangkau dengan iklan produk kita. Facebook, Google dan YouTube menawarkan kemampuan targeting hanya dengan meng-klik mouse laptop kita, sangat mudah. Akibatnya, tidak seperti masa lalu, kita tidak perlu lagi mengirimkan iklan ke hampir semua orang dengan harapan mendapatkan target market di demografis tertentu.

Tidak hanya sampai disitu saja. Kita juga dapat menjangkau target market kita di mana saja dan kapan saja. Kita tidak perlu lagi menunggu sampai mereka berada di depan televisi pada jam 9 malam contohnya. Iklan kita dapat muncul di timeline Facebook mereka, kapan pun mereka membuka Facebook, di mana pun mereka berada.

Dan ini yang paling luar biasa. Kita dapat mengukur hasilnya dengan tingkat presisi yang tentinya akan membuat marketer di tahun 1960-an mengangis. Kita dapat melihat dengan tepat berapa banyak orang yang melihat iklan kita, dan berapa banyak orang yang membeli produk kita. Kita juga dapat mengoptimalkan konten dan budget iklan kita, berdasarkan iklan mana yang sukses dan tidak.

Tapi tentu saja tidak semuanya sempuna. Banyak perusahaan lain atau competitor kita juga melakukan hal yang sama. Makanya, pelanggan merasa dibombardir dengan iklan ketika mereka sedang online. Jadi, bahkan jikapun mereka adalah target audiens produk kita yang tepat, sebagian besar dari iklan kita akan mereka abaikan.

Oleh sebab itu, saat ini banyak perusahaan melakukan pendekatan lain untuk strategi marketing online mereka. Mereka menggunakan Search Engine Optimization (SEO). Harapannya adalah bahwa dengan menggunakan keyword yang tepat, website perusahaan kita akan berada diposisi teratas di Google ketika seseorang mencari jenis produk yang kita tawarkan.

Tapi, sebagian besar pencarian Google menghasilkan lebih dari satu halaman hasil pencarian. Sehingga hanya beberapa perusahaan yang melakukan SEO dengan benar yang berada di halaman pertama. Sisanya mungkin akan berada di halaman ketiga puluh tujuh.

Untungnya saja, ada beberapa langkah yang dapat kita ambil untuk melakukan strategi marketing yang efektif.

Pastikan Produk Kita Dibutuhkan Pelanggan

Langkah pertama marketing yang efektif itu sebenarnya mudah untuk dikatakan tapi sulit untuk dilakukan, yaitu: tawarkan produk yang dibutuhkan pelanggan. Tapi bukankah itu sebenarnya tugas divisi Research and Development (R&D)?

Ya, tapi itu juga tugas marketer. Untuk mengetahui alasannya, mari kita telusuri apa yang membuat produk layak untuk dibeli.

Strategi marketing yang efektif dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Hampir semuanya bermuara pada produk yang benar-benar diingini oleh banyak orang, tidak hanya sekedar diingini tetapi juga secara emosi diharapkan oleh pelanggan.

Suatu produk akan layak untuk dibeli jika memberikan jawaban atas kebutuhan pelanggan. Untuk mengujinya, mari kita bayangkan seorang pria yang membeli sebuah SUV. Kenapa dia membelinya?

Mungkin dia tertarik dengan kemampuan SUV tersebut di jalanan bebatuan. Tapi ini yang menjadi masalah; pria tersebut mungkin tidak akan pernah menggunakan SUV tersebut di jalanan bebatuan, tapi mungkin fitur tersebut hanya sebagai salah satu alasan atau motivasinya untuk membeli SUV. Kenapa? Karena ada motivasi lainnya, yaitu keinginannya untuk menjadi seorang petualang.

Di sinilah tugas marketing untuk meyakinkan pria tersebut bahwa SUV dapat memuaskan keinginannya untuk berpetualang. Dan cara paling menarik untuk melakukannya adalah dengan memproduksi sebuah SUV yang benar-benar bisa dibawa di jalan bebatuan offroad dan memberikan informasi tambahan lainnya yaitu SUV yang memiliki penampilan yang maskulin.

Strategi marketing yang efektif dimulai dari tahapan men-design dan memproduksi sebuah produk. Ketika kita sudah mengidentifikasi keinginan pelanggan dan mewujudkannya dalam sebuah produk, kita akan dengan mudah menjual produk tersebut ke pasar, karena kita sudah membuat sebuah produk sesuai dengan janji kita ke pelanggan.

Tentukan Target Pelanggan Produk Kita

Langkah strategi marketing yang efektif berikutnya didasarkan pada fakta sederhana bahwa kita tidak dapat menyenangkan semua orang. Masing-masing orang memiliki keinginan yang berbeda. Bahkan ketika orang tampaknya memiliki keinginan yang sama, mereka sering mendefinisikan keinginannya tersebut dengan cara yang berbeda. Misalnya saja bagi sebagian orang petualangan itu berarti mencari sensasi di alam liar. Tapi bagi yang lainnya, mungkin petualangan itu berarti travelling keliling dunia.

Ingat, produk yang kita pasarkan harus mewujudkan keinginan orang tertentu. Target pelanggan kita terdiri dari orang-orang yang memiliki keinginan yang berbeda-beda.

Selanjutnya, kita juga dapat mempersempit target pelanggan kita dengan membaginya menjadi dua kelompok, yaitu: adopters, mereka yang menerima perubahan, dan adapters, mereka yang bertahan terhadap perubahan.

Adopters menyukai hal-hal yang baru. Mereka menyukai sesuatu yang lebih efektif dan inovatif dari apa yang pernah mereka gunakan sebelumnya. Contoh paling gampang adalah hardcore fans iPhone. Mereka dengan rela antri di Apple Store untuk membeli iPhone jenis terbaru, bahkan sehari sebelum hari launchingnya.

Sebaliknya, adapters cenderung menghindar hal-hal yang baru. Mereka sangat menikmati kenyamanan menggunakan sebuah produk. Contohnya adalah orang-orang yang masih setia menggunakan ponsel jadul monophonic. Tapi tentu saja pada akhirnya, mereka mungkin akan merasa terdorong untuk menggunakan smartphone seperti orang lain. Pada tahapan itu, mereka akan beradaptasi.

Perbedaan antara kedua kelompok ini sangat penting, karena produk yang kita pasarkan merupakan hal baru bagi semua orang yang belum membelinya. Menawarkan sesuatu hal baru untuk memenuhi keinginan mereka yang sudah mereka penuhi dengan produk lain.

Kita akan lebih cenderung membujuk adaptors untuk mencoba produk kita daripada adapters. Jika kita mencoba memasarkannya ke adapters, kita meminta mereka untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sifat asli mereka, yaitu meninggalkan produk lama yang terbukti sudah memenuhi keinginan mereka, dan menggantinya dengan produk baru dan belum terbukti memenuhi keinginan mereka.

Jadi, lupakanlah adapters. Produk kita bukan untuk mereka. Jadikan adaptors sebagai target pelanggan awal kita. Jika jumlah mereka cukup oke, mereka akan menjadi pasar kecil yang sangat  menguntungkan.

Temukan Keunikan Produk Kita

Kita tahu bahwa keputusan pembelian orang dimotivasi oleh kebutuhan dan keinginan mereka. Tapi ada hal lain yang mendorong keputusan untuk membeli, yaitu: personal values. Sesuatu yang orang pedulikan ketika membeli produk tersebut.

Bayangkan seseorang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling paling pokok, yaitu makanan. Ketika dia melihat pilihan keripik kentang di toko, ada nilai-nilai berbeda yang dapat mempengaruhi keputusan pembeliannya. Jika dia peduli terhadap popularitas atau gengsi, mungkin dia akan membeli produk yang bermerek yang populer. Tapi, jika dia menghargai kesehatannya, tentunya dia akan memilih produk lokal organik.

Jika kita ingin bermain aman sebagai seorang marketer, kita dapat mencoba berada dijalur aman diantara nilai-nilai tersebut atau berada dijalur yang paling populer, yaitu produk yang terjangkau oleh semua pelanggan. Itu adalah tempat di mana kebanyakan  konsumen dapat ditemukan.

Problemnya adalah, jalur aman tersebut merupakan jalur dimana sebagian besar perusahaan memasarkan produk mereka. Akibatnya adalah persaingan menjadi sangat sengit. Jika perusahaan kita adalah pemain baru, mungkin akan sulit untuk mencuri perhatian pelanggan.

Untuk menemukan pasar kecil yang cocok untuk produk kita, pendekatan yang lebih efektif adalah pindah ke jalur yang belum terlalu banyak pesaingnya. Yang lebih baik lagi, kita harus menciptakan keunikan tersendiri dari produk kita.

Bicara Dengan Bahasa dan Pikiran Pelanggan

Untuk menemukan pelanggan kecil yang setia untuk produk kita, pertama-tama kita perlu menyadari bahwa, sebenarnya para penggemar itu sudah ada.

Mereka mungkin belum menyadarinya, tetapi sudah ada diantara mereka yang memiliki keinginan, kebutuhan dan nilai-nilai yang mungkin menginspirasi mereka untuk menjadi pelanggan kita. Mereka hanya menunggu kita untuk membuat komunitas yang menuntun mereka ke produk kita.

Langkah pemasaran efektif selanjutnya adalah menciptakan, menghubungkan, dan memimpin sebuah komunitas pelanggan dengan menceritakan kisah-kisah yang sesuai dengan pandangan para anggotanya.

Sebagai contoh department store di Amerika yaitu JCPenney. Awalnya, semua toko mereka diarahkan pada komunitas tertentu yaitu komunitas pelanggan yang ingin berburu barang murah. Janjinya JCPenney kepada mereka adalah bahwa tokonya adalah tempat yang paling tepat untuk mencari barang murah.

Apa yang dilakukan perusahaan untuk membuat janji tersebut juga terasa dengan diskon besar-besaran dan clearances sales. Semua ini memberikan simbol secara otomatis bahwa JCPenney merupakan toko yang menyediakan barang-barang yang murah.

Dengan mengarahkan pelanggan setia mereka untuk terlibat melalui aktivitas seperti mencari kupon di surat kabar dan majalah, maka JCPenney juga membentuk karakter sendiri dari pelanggannya, yaitu: bahwa orang-orang seperti kita adalah pemburu diskon dengan mencari kupon di surat kabar dan belanja di JC Penney.

Terkadang marketer tidak jeli. Ketika Ron Johnson menjadi CEO JCPenney pada tahun 2011, dia fikir kupon dan simbol-simbol yang terkait dengan tawar-menawar itu kampungan. Dia berfikir bahwa itu bukan identitasnya JCPenney, sehingga dia mencoba menghilangkan kebiasaan pelanggan tersebut.

Hasilnya? Pelanggan setia mereka yang berburu diskon melarikan diri, dan angka penjualan dan profit mereka turun lebih dari 50 persen.

Dorong Pelanggan Loyal Untuk Membela Produk Kita

Katakanlah kita sudah memiliki kelompok pelanggan loyal produk kita yang terus bertambah, langkah berikutnya sebagai seorang marketer adalah meyakinkan mereka untuk benar-benar terus membeli produk kita. Caranya adalah dengan menciptakan dan menghilangkan ketegangan secara terus menerus. Sebuah ketegangan dimana produk kita adalah obat penawarnya.

Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan menciptakan konflik. Konflik hubungan mereka dengan suatu kelompok dan posisi mereka dalam hierarki. Sebuah sistem peringkat yang memberi tahu mereka siapa yang paling dihormati dan berkuasa dalam sebuah kelompok.

Cara termudah untuk menciptakan konflik adalah dengan meningkatkan perasaan akan kehilangan atau perpisahan. Kebanyakan orang akan mengikuti komunitas mereka; mereka tidak ingin ketinggalan.

Dengan melibatkan produk kita, kelompok pelanggan loyal kita akan mengatakan: “orang-orang seperti kami melakukan X, Y dan Z,” produk Anda menjadi salah satu variabelnya. Tugas kita sebagai marketer sekarang adalah berkoar-koar menyiarkan pernyataan itu.

Bagaimana melakukannya? Itu tergantung pada tipe orang dari pelanggan loyal kita dan pendekatan mereka. Pendekatan mereka ada dua yaitu: afiliasi dan dominasi.

Orang yang mencari afiliasi biasanya menginginkan dua hal yaitu hubungan kekerabatan dengan anggota kelompoknya dan mendapat jaminan posisi mereka dalam hierarki. Untuk membuat ketegangan di antara orang-orang ini, kita cukup mengirim sinyal popularitas. Ini seperti memiliki counter pameran dagang dalam sebuah eksibisi, menjadikan celebrity atau influencer menghadiri pesta peluncuran produk kita. Tindakan tersebut akan memberi sinyal kepada semua orang bahwa kelompok tersebut merangkul produk atau layanan Anda.

Sebaliknya, orang-orang yang mencari dominasi menginginkan satu dari tiga hal berikiut: naik dalam hierarki kelompok sendiri, melihat kelompok sendiri unggul dari kelompok lain, atau kedua-duanya. Untuk menciptakan ketegangan di antara orang-orang ini, kita cukup mengirimkan sinyal dominasi.

Contohnya seperti yang dilakukan Uber. Mereka berani melakukan konflik dengan pemerintah daerah, pesaing dan bahkan driver mereka sendiri. Ini mengirimkan kesan kepada investor, pelanggan, dan karyawan yang berorientasi pada dominasi: “Kami di sini untuk menang, dan tidak ada yang akan menghentikan kami. Jadi mengapa tidak bergabung dengan kami dan menjadi pemenang juga?”

 Networking Effect

Tentunya kita ingin produk yang kita jual dapat dibeli oleh masyarakat luas, bukan hanya pelanggan loyal yang mungkin jumlahnya sangat kecil.

Untuk berpindah dari bukan hanya pelanggan loyal tetapi juga masyarakat luas, kita harus melakukan langkah terakhir strategi marketing yang efektif, yaitu membangun jembatan yang memungkinkan produk kita tersebar.

Pertama-tama, kita perlu mengetahui perbedaan sifat kedua kelompok tersebut.

Pelanggan loya kita terdiri dari adopters, sedangkan masyarakat umum terdiri dari adapters. Akibatnya, kita menjadi populer dikalangan pelanggan setia kita.

Bayangkan kita sebagai sebuah perusahaan pelopor streaming video online pada tahun 2010. Para penggila teknologi tentunya akan segera mencoba produk dan layanan kita, tetapi masyarakat umum belum tentu. Mereka kebanyakan masih menggunakan dengan nyaman DVD mereka.

Bagaimana kita meyakinkan mereka untuk mencoba hal yang baru? Bagaimana kita membangun jembatan untuk mereka?

Jawaban yang sangat tepat terletak pada fenomena yang disebut Networking Effect. Itu terjadi ketika suatu produk atau layanan menjadi lebih berharga karena lebih banyak orang yang menggunakannya. Semakin banyak orang menggunakan produk atau layanan, tentunya akan menjadi lebih berguna produk dan layanan tersebut. Ini yang menyebabkan semakin banyak orang menggunakannya karena produk dan layanan tersebut semakin lebih bermanfaat.

Contohnya Slack, sebuah online collaboration platform untuk memudahkan kordinasi pekerjaan. Awalnya, platform ini hanya dipakai oleh sekelompok kecil pengguna (adopters) yang bersedia mempelajari program baru yang tidak digunakan orang lain.

Setelah mereka mempelajarinya, mereka berusaha agar rekan kerja mereka yang lain (adapters) menjadi pengguna Slack juga. Kenapa? Karena semakin banyak rekan kerja menggunakan platform tersebut, maka semakin banyak manfaat platform tersebut.

Mau tidak mau adapters, akan berusaha untuk mengikuti trend. Kenapa? Karena mereka tidak ingin ketinggalan dari teman kantornya yang bekolaborasi dan berkordinasi  di platform yang sama.

Singkatnya, Networking Effect dapat membantu produk Anda menjadi mainstream.

 

 

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *